
Keterangan Gambar : Fasilitator Bapak Hairil Anam, S.Pd., M.Pd bersama Peserta dan Pengajar Praktik dalam Ruang Kolaborasi Modul 3.2 Pemimpin Dalam Pengelolaan Sumber Daya, Jum’at (29/09/2023)
JEMBRANA – Pendidikan Guru Penggerak angkatan 8 Kabupaten Jembrana dibimbing oleh Fasilitator Bapak Hairil Anam, S.Pd., M.Pd. serta 2 pengajar praktek yakni ibu Luh Kadek Yanti Wulandari, S.Pd dan Bapak Yohannes Tri Utomo, S.Pd., M.Pd mengupas tuntas Modul 3.2 tentang Pemimpin dalam Pengelolaan Sumber Daya. (29/09).
Ruang Kolaborasi pada modul 3.1 Pemimpin dalam Pengelolaan Sumber Daya dari 2 sesi kegiatan, yaitu kerja kelompok dan presentasi. Pada sesi ke – 1, Calon Guru Penggerak dibagi menjadi 3 kelompok, Dalam kerja kelompok kali ini, CGP diminta dapat kerja bersama (berkolaborasi) untuk mengidentifikasi berbagai sumber daya di daerah untuk sekolahnya dan strategi pemanfaatannya secara efektif. Dari masing-masing sumber daya tersebut, setiap kelompok akan membuat identifikasi aset/modal apa yang dimiliki oleh daerahnya dan menuliskan apa atau bagaimana pemanfataannya serta Membuat daftar cara mengelola sumber daya.. (27/9)
sedangkan pada sesi ke-2, kegiatan ini bersama kelompok akan melakukan: 1). Menggunakan media video conference/zoom meeting, masing-masing kelompok akan menyajikan presentasi identifikasi aset/modal apa yang dimiliki oleh daerahnya dan pemanfaatanya. 2). Setiap kelompok penyaji akan mendapatkan umpan balik dari kelompok lain. (15/09).
Aset/modal Sumber Daya meliputi aset manusia, sosial, politik, agama dan budaya, fisik, lingkungan alam dan finansial. diibaratkan sebagai sebuah ekosistem, sekolah merupakan sebuah bentuk interaksi antara faktor biotik (unsur yang hidup) dan abiotik (unsur yang tidak hidup). Kedua unsur ini saling berinteraksi satu sama lainnya sehingga mampu menciptakan hubungan yang selaras dan harmonis. Faktor biotik terdiri dari Murid, Kepala Sekolah, Guru, Staf/Tenaga Kependidikan, Pengawas Sekolah, Orang Tua, Masyarakat sekitar sekolah, Dinas terkait dan Pemerintah Daerah. Sedangkan faktor abiotik terdiri dari Keuangan, Sarana dan prasarana dan Lingkungan alam.
Pendekatan dapat dikatakan sebagai cara pandang atau cara berpikir kita melihat sesuatu. Dalam konteks dalam modul ini, pendekatan berbasis aset atau berbasis defisit berarti bagaimana kita memandang sumber daya sekolah, apakah dianggap sebagai aset/kekuatan atau kekurangan/masalah.
Pendekatan berbasis kekurangan/masalah (deficit-based approach) akan memusatkan perhatian kita pada apa yang mengganggu, apa yang kurang, dan apa yang tidak berfungsi dengan baik. Kita mengeluhkan banyak fasilitas sekolah yang tidak berfungsi baik, buku ajar yang tidak lengkap, atau sekolah yang tidak tidak memiliki laboratorium. Kekurangan yang dimiliki mendorong cara berpikir negatif sehingga fokus kita adalah bagaimana mengatasi semua kekurangan atau apa yang menghalangi tercapainya kesuksesan yang ingin diraih. Semakin lama, secara tidak sadar kita menjadi seseorang yang tidak nyaman dan curiga yang dapat menjadikan kita buta terhadap potensi dan peluang yang ada di sekitar.
Pendekatan berbasis aset (asset-based approach) adalah sebuah konsep yang dikembangkan oleh Dr. Kathryn Cramer, seorang ahli psikologi yang menekuni kekuatan berpikir positif untuk pengembangan diri. Pendekatan ini merupakan cara praktis menemukenali hal-hal yang positif dalam kehidupan. Dengan menggunakan kekuatan sebagai tumpuan berpikir, kita diajak untuk memusatkan perhatian pada apa yang berjalan dengan baik, yang menjadi inspirasi, yang menjadi kekuatan ataupun potensi yang positif.
Pendekatan berbasis aset ini juga digunakan sebagai dasar paradigma Inkuiri Apresiatif (IA) yang sudah dibahas sebelumnya pada modul 1.3, dimana paradigma IA ini percaya bahwa setiap orang memiliki inti positif yang dapat memberikan kontribusi pada keberhasilan. Inti positif ini merupakan potensi dan aset organisasi. Dalam implementasinya, IA dimulai dengan menggali hal-hal positif, keberhasilan yang telah dicapai dan kekuatan yang dimiliki organisasi, sebelum organisasi menapak pada tahap selanjutnya dalam melakukan perencanaan perubahan.
Asset-Based Community Development (ABCD) yang selanjutnya akan kita sebut dengan Pengembangan Komunitas Berbasis Aset (PKBA) merupakan suatu kerangka kerja yang dikembangkan oleh John McKnight dan Jody Kretzmann, di mana keduanya adalah pendiri dari ABCD Institute di Northwestern University, Amerika Serikat ABCD dibangun dari kemampuan, pengalaman, pengetahuan, dan hasrat yang dimiliki oleh anggota komunitas, kekuatan perkumpulan lokal, dan dukungan positif dari lembaga lokal untuk menciptakan kehidupan komunitas yang berkelanjutan (Kretzman, 2010).
Pendekatan Pengembangan Komunitas Berbasis Aset (PKBA) muncul sebagai kritik terhadap pendekatan konvensional atau tradisional yang menekankan pada masalah, kebutuhan, dan kekurangan yang ada pada suatu komunitas. Pendekatan tradisional tersebut menempatkan komunitas sebagai penerima bantuan, dan dengan demikian dapat menyebabkan anggota komunitas menjadi merasa tidak berdaya, pasif, dan selalu bergantung dengan pihak lain. (suya.red)
DOKUMENTASI KEGIATAN